Rabu, 19 Juni 2013

Budaya Merokok: Sebuah Ironi

Budaya Merokok: Sebuah Ironi

Catatan:
Tulisan ini muncul karena:
  • Keprihatinan penulis melihat semakin banyaknya perokok di lingkungan penulis. Khususnya, pertumbuhan jumlah perokok kaum hawa yang sangat pesat dan mengkhawatirkan.
  • Kekecewaan penulis ketika mengetahui bahwa seorang tokoh yang dikagumi penulis di fakultasnya ternyata adalah seorang perokok.
  • Suara hati penulis, yang mengasihani orang yang merokok, tetapi membenci perilaku mereka.
Saat ini, merokok seakan telah menjadi sebuah budaya bangsa ini. Bagaimana tidak, saat ini rokok sudah menjadi milik semua kalangan, baik orang tua maupun anak-anak, baik pria maupun wanita, baik orang kaya maupun orang miskin, baik bos maupun kuli…
Indonesia adalah negara penyumbang asap rokok terbesar di Asia Tenggara. Ini bukanlah sesuatu hal yang main-main. Ini adalah suatu hal yang perlu kita sikapi secara serius. Pada tulisan saya saat ini, saya akan memberikan pandangan saya mengenai budaya merokok, yang menurut saya, adalah sebuah ironi yang sangat menyedihkan.
Racun yang menjadi “kebutuhan pokok”
Tidak dapat disangkal lagi, rokok adalah racun. Sekecil apapun kadar nikotin yang terkandung di dalam sebatang rokok, itu tetaplah racun yang merusak tubuh penghisapnya. Ironisnya, sekarang tidak sedikit orang yang menjadikan racun tersebut sebagai “kebutuhan pokok” mereka. Dulu, kita mengenal kebutuhan pokok manusia adalah sandang, pangan, dan papan. Sekarang, para perokok menambahkan daftar kebutuhan pokok mereka dengan sesuatu yang seharusnya bukanlah kebutuhan pokok, sesuatu yang pada hakikatnya adalah racun, yaitu rokok!
Merusak di saat yang lain bersusah payah mengobati
Karena rokok pada hakikatnya adalah racun, maka pastilah rokok akan merusak tubuh manusia, cepat atau lambat. Dengan merokok, mereka sedang menumpuk racun di dalam tubuh mereka yang akan merusak tubuh mereka. Sungguh ironis, mereka merusak paru-paru mereka di saat banyak orang yang berjuang mengobati paru-parunya. Mereka merusak jantung mereka di saat banyak orang yang rela menggunakan alat pacu jantung untuk menopang kehidupannya. Merusak memang jauh lebih mudah daripada mengobati. Pada saatnya nanti, para perokok akan mengerti betapa sulitnya pengobatan itu, dan betapa mahalnya harga kesehatan yang telah mereka sia-siakan.
Seorang merdeka yang terkekang
Indonesia telah merdeka sejak 17 Agustus 1945. Bangsa Indonesia telah merasakan betapa tidak enaknya penjajahan itu. Indonesia memang telah merdeka, tapi apakah kita telah merdeka? Orang-orang yang masih merokok adalah orang-orang yang belum merdeka. Buktinya, mereka masih terkekang/terjajah oleh rokok. Mengapa saya katakan mereka terkekang? Itu karena mereka tidak dapat menghentikannya. Mereka telah kecanduan, addicted, yang merupakan bahasa halus dari terkekang/terjajah. Mereka tentu tahu rokok itu merugikan, tapi mereka tidak dapat lepas daripadanya. Mereka masih terjajah di saat bangsanya telah merdeka. Sungguh ironis.
Membayar biaya untuk merusak tubuh
Ini adalah sesuatu yang saya tidak habis pikir. Kalau bos-bos besar menghamburkan uangnya untuk membeli rokok mungkin masih bisa dimaklumi. Mereka kan orang kaya… Tapi kalau supir angkot? Supir bajaj? Kuli bangunan? Orang-orang yang tidak hidup berkecukupan? Bagaimana mungkin ada di antara mereka yang menghamburkan uangnya untuk kesenangan sesaat yang merusakkan tubuh mereka dan berakibat fatal di kemudian hari. Di saat mereka berjuang mencari sesuap nasi, batangan racun tetap saja ada di mulut mereka. Cobalah bayangkan, mereka harus mengeluarkan biaya untuk merusak tubuh mereka, dan nantinya mereka harus mengeluarkan biaya yang lebih besar lagi untuk mengobatinya. Sungguh konyol dan ironis…
Dosa yang tidak disadari
Apakah merokok itu berdosa? Kan di dalam kitab suci tidak ada yang mengatakan, “Dilarang merokok!”. Itulah pembenaran yang seringkali diberikan oleh para perokok. Tetapi sungguhkah merokok itu tidak berdosa? Cobalah renungkan, tubuh kita adalah pemberian Tuhan yang harus dijaga dengan sebaik-baiknya. Kita harus menjaga kekudusan tubuh kita. Dengan merokok, kita merusak tubuh yang telah Tuhan berikan kepada kita. Itu adalah sebuah perbuatan yang tidak bertanggung jawab. Tidak sedikit mereka yang berdoa untuk kesehatan tetapi malah membuang kesehatan itu dengan merokok. Dan tidak sedikit pula dari mereka yang tidak menyadari bahwa dengan merokok, mereka telah berdosa. Ironis…
Menebar racun pada orang yang disayangi
Tidak jarang saya melihat seorang yang merokok di depan pasangannya, di depan suami/istrinya, di depan anaknya, di depan teman-teman dan sahabat-sahabatnya. Entah mereka memang tidak tahu, atau mereka tidak dapat menahan diri mereka, atau mereka tidak menghargai orang-orang di sekitarnya, apa yang sedang mereka lakukan adalah membunuh orang-orang di sekitar mereka secara perlahan-lahan. Tidak sedikit kasus perokok pasif yang harus menjadi korban pembunuhan para perokok. Suka ataupun tidak suka, jika Anda masih suka merokok di tempat umum, Anda adalah seorang pembunuh.
Merusak lingkungan yang mereka butuhkan
Setiap orang pasti memerlukan lingkungan yang sehat, setidaknya untuk oksigen yang harus mereka hirup untuk bertahan hidup. Sudah banyak orang yang mengatakan peduli pada lingkungan dan mencoba melestarikannya dengan menanam pohon, dsb. Tapi ironisnya, tidak sedikit pula dari mereka yang mengatakan peduli pada lingkungan, yang merusaknya dengan asap rokok yang mereka buang ke udara.
Memberi sumbangan pada perusahaan terkaya
Tahukah Anda kalau tiga dari sepuluh perusahaan terkaya di Indonesia adalah perusahaan rokok? Mereka sudah sedemikian kaya, tapi mereka akan menjadi lebih kaya lagi berkat para perokok yang tidak dapat meninggalkan rokoknya. Tidak peduli kaya atau miskin, mereka tetap menagih “pajak” kepada para perokok dengan “bungkusan rokok”.
Dibenci banyak orang, tetapi harus dikasihani
Menurut saya, seorang perokok patut dikasihani. Mengapa? Saya rasa, ironi-ironi di atas sudah cukup menjelaskan mengapa seorang perokok patut dikasihani. Jadi, apa yang bisa kita lakukan? Apakah kita harus membenci mereka karena merugikan kita? Tidak! Yang harus kita benci bukanlah orangnya, tapi kebiasaan merokoknya. Terakhir, pesan saya untuk para perokok: “Merokok adalah sebuah pilihan. Anda bisa memilih untuk meneruskan merokok, Anda juga bisa memilih untuk berhenti merokok. Di mana ada kemauan, di sana ada jalan. Jika Anda ada kemauan untuk berhenti merokok dan mau berjuang untuk itu, Anda pasti berhasil. Tetapi, jika Anda memutuskan untuk meneruskan merokok, hargailah sekitar Anda, dan bersiap-siaplah menanggung akibatnya.”
Roma 12:1-2
Karena itu, saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati. Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna.

SUMBER : http://charleschristian.wordpress.com/2008/03/05/budaya-merokok-sebuah-ironi/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar